KORDOVA saat itu merupakan pusat bedah medis bagi Eropa, di mana penduduk benua itu berbondong-bondong mendatangi kota itu ketika mereka memerlukan bedah medis. Saat Khalifah Abdurrahman III berkuasa, ada seorang dokter yang bernama Abu Qasim Az Zahrawi yang amat dihormati oleh para pemeluk Nasrani. Abu Qasim adalah pemimpin para dokter bedah dari kalangan umat Islam. Abu Qasim sendiri memiliki tiga karya kitab yang berkenaan dengan bedah medis, yang ia tulis dalam ensiklopedia ilmu kedokteran yang bernama At Tashrif. Ketiga buku itu pun diterjemahkan ke dalam bahasa latin, dan menjadi pedoman dalam praktik bedah medis dalam beberapa abad. (Qishah Al Hadharah, 13/309)
Pelayanan kedokteran Andalusia pun terbaik saat itu, dibanding dengan wilayah-wilayah lainnya di Eropa yang tertinggal amat jauh. Kebanyakan para ilmuwan Muslim dengan disiplin ilmu apa pun, mereka juga memiliki kemampuan dalam bidang medis. Para dokter yang memiliki kelebihan harta, mereka membuka pintu untuk para faqir yang kesusahan memperoleh pengobatan. Sedangkan para dokter Andalusia juga berjasa terhadap suplai obat-obatan di Eropa, dimana merekalah yang mendatangkan bahan-bahan farmasi ke benua itu. (Qadah Fathi Al Andalus, 1/203)
Andalusia memang merupakan pusat peradaban Eropa saat itu. Perkembangan ilmu pengetahuan dengan berbagai disiplinnya maju amat pesat. Meski demikian ilmu kedokteran lebih menonjol dibanding ilmu-ilmu lainnya. Beberapa deretan nama-nama dokter terkenal dari Andalusia telah dicatat oleh sejarah, diantaranya adalah Sa’id bin Abdi Rabbih yang memiliki metode khusus dalam menangani demam. Sedangkan Ahmad bin Yunus dan saudaranya Umar dikenal dengan penemuan obat-obatan sakit mata. Adapun Muhammad bin Abdul Al Jabali, adalah dokter yang berkhidmat kepada Khalifah Al Mustanshir dan Hisyam. Karena kehebatan para dokter-dokter itu, hingga akhirnya sejumlah penguasa Spanyol datang untuk memperoleh pengobatan dari mereka. (Tarikh Arab wa Hadharatuhum fi Al Andalus, hal. 230)
Perhatian Pemimpin terhadap Ilmu Kedokteran Karena perekembangan pesat di bidang kodekteran dan farmasi, Khalifah Al Mustanshir pun mendirikan Diwan Al Athibba’ (Lembaga Kedokteran), yang mana terdaftar di dalamnya para dokter dan apoteker, yang berhak untuk menjalani profesinya. Jika mereka melakukan kesalahan dalam profesinya, maka nama mereka akan dihapus dari daftar tersebut. (Uyun Al Anba’ fi Thabaqat Al Athibba’, 2/208
Pelajar Eropa Menuntut Ilmu di Andalusia Karena kemajuan di bidang ilmu, maka wilayah-wilayah Eropa pun mengirim utusan untuk menuntut ilmu di Andalusia. Sebagaimana Perancis mengirim utusannya yang dipimpin oleh Ratu Elizabet yang merupakan sepupu dari Louis VII selaku raja Perancis. Sedangkan Philips, selaku raja Bavaria pun mengirim surat kepada Khalifah Hisyam, agar diizinkan untuk mengirim para utusan untuk mempelajari ilmu, karena melihat kabesaran peradaban di Andalusia.
Jumlah penuntut ilmu yang dikirima saat itu mencapai 215 pelajar. Dan sebagiaan dari mereka enggan kembali ke negerinya dan memilih untuk masuk Islam. Sedangkan Raja Wilz juga mengirim utusan yang berjumlah 18 dari para puteri bangsawan untuk belajar di kota Sevila (Isybiliyah). Sedangkan Khahifah Hisyam III memperlakukan secara khusus para utusan itu, hingga mereka memperoleh pembiayaan dari baitul mal umat Islam. (Tarikh Al Arab wa Hadharatuhum fi Al Andalus, hal. 477, 478)
Sumber Gambar:
L0015000 Albucasis blistering a patient in the hospital at Cordova. Credit: Wellcome Library, London. Wellcome Images images@wellcome.ac.uk http://wellcomeimages.org Albucasis (Al-Zahwari) blistering a patient in the hospital at Cordova, 1100 AD. Oil 1100 By: Ernest BoardPublished: – Copyrighted work available under Creative Commons Attribution only licence CC BY 4.0 http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/